Senin, 09 Februari 2015

Solusi dari Masalah Banjir





Banjir adalah salah satu masalah klasik di Indonesia. Hampir setiap musim penghujan banjir melanda sejumlah daerah di negeri ini. Banjir terjadi karena debit air melebihi penampungnya sehingga air harus meluap dan merendam daerah sekitarnya. Bicara banjir tentu yang fenomenal adalah ibukota negeri ini, DKI Jakarta. Istana presiden pun sempat dikunjungi banjir di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Kota metropolitan ini hampir tidak pernah absen dari yang namanya banjir setiap tahunnya. Dari era penjajahan Belanda sampai era Jokowi-JK. Sikap warga ibukota yang terkesan ogah membuang sampah pada tempatnya ini menjadi penyebab utamanya. Saya ambil contoh yang mudah, saat perayaan pergantian tahun 2015 yang diselenggarakan secara akbar di ibukota ini, hampir tidak ada orang yang menyimpan sampahnya dalam tas mereka. “Ga ada tempat sampah, lagian juga paling besok dibersihin sama petugasnya” begitu katanya. Saya akui, tempat sampah di ibukota jarang ditemui, namun bukan berarti tidak ada, kalau memang ingin lingkungannya bersih bukankah bisa menyimpan sejenak sampah itu kemudian membuangnya saat menemukan tempat sampah?

Kembali kepada banjir, daerah di ibukota yang paling rawan banjir adalah Jakarta utara. Wilayah yang satu ini terletak paling utara Jakarta dan dekat dengan pantai, wilayah yang seharusnya menjadi rawa bermetamorfosis menjadi pemukiman warga. Bagaimana banjir tidak melanda? Yang harusnya menjadi daerah penyerap air saat hujan tiba, malah tidak mampu menerima sedikit gerimis saja. Dan saat banjir melanda, “Pemerintah gimana sih? Nyelesain banjir aja ga bisa!”. Pak, bu, ini banjir yang buat siapa?

Menyalahkan orang lain memang bakat kita, inilah kenapa ada pepatah “semut di seberang jalan terlihat, gajah di pelupuk mata tak terlihat”. Kalau saja ada kesadaran diri, insyaallah banjir tidak lagi melanda ibukota. Lalu solusinya? Solusi menanggulangi banjir, ini berarti tentang apa yang harus kita lakukan saat banjir melanda negeri kita tercinta.

Pertama, tentulah menyelamatkan diri dan keluarga, jika ada barang-barang yang berharga bisa pula dibawa, selama tidak membuat kita kesulitan berjalan di tengah banjir. Kemudian mengungsi ke daerah yang lebih tinggi dan tidak terkena banjir.
Kedua, bertransmigrasi ke pulau seberang, mari kita isi kekosongannya. Kalimantan itu pulau yang terancam direbut Malaysia. Sebagian besar penduduk Kalimantan utara berpindah kewarganegaraan menjadi WNM. Apa kalian rela? Ini yang disebut sambil menyelam minum air. Bosan kebanjiran? Harga tanah di Kalimantan relatif lebih murah, bebas gempa, dan sangat terasa sensasi pulau tropisnya. Di samping itu, kita juga bisa menjaga aset negara yang satu ini. Saya sendiri pun ada rencana untuk bermigrasi ke sana.
Ketiga, pasrahkan saja, toh nantinya saat matahari muncul dari timur perlahan air akan surut.

Jangan terlalu kaku, kalau memang Jakarta adalah kampung halaman kalian, lalu kalian harus pindah ke Kalimantan, bukan berarti kalian tidak bisa kembali lagi ke Jakarta. Lagi pula ini masih di Indonesia. Jika tidak mau di Kalimantan masih ada Papua, Nusa tenggara, Sulawesi dan pulau-pulau lainnya yang masih butuh penghuni. Indonesia ini bukan hanya Jakarta, Jawa, Bali, dan Sumatra.


Jika kalian takut dengan apa yang namanya kesulitan akses, maka kalian bisa gunakan apa yang namanya “ilmu”. Dimana ada kemauan di situ ada jalan. Untuk biaya, kalian bisa meminta bantuan kepada investor, tunjukkan bakat bisnismu. Dengan begitu banjir teratasi, Pulau-pulau sepi terlindungi, dan negeri ini bisa menjadi pesaingnya Amerika Serikat.

Tidak ada komentar: