Assalamualaikum......
Saya
ucapkan selamat datang kepada anda yang sedang membaca artikel ini. Saya ingin
berbagi sedikit pengalaman saya baru-baru ini. Tahun ini, sejak tanggal 1
September 2015, saya adalah mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan
program studi pendidikan fisika. Artikel ini saya tujukan kepada anda-anda yang
tertarik dengan dunia pendidikan, siswa SMA kelas 12 terutama.
Kalian
para siswa kelas 12 SMA tentunya sedang sibuk mempersiapkan diri untuk mengikuti
Ujian Nasional atau entah apa nama lainnya. Bicara tentang ujian nasional, saya
adalah satu dari sekian juta manusia Warga Negara Indonesia yang sudah
mengikuti Ujian Nasional sebanyak 3 kali, yaitu untuk jenjang SD, SMP, dan
terakhir SMA. Ujian Nasional bertujuan untuk mengetahui seberapa besar daya
saing seorang murid dalam ruang lingkup sekolah. Dan secara nasional,
mengidentifikasi seberapa berhasil suatu lembaga pendidikan mendidik para
pelajar. Itu seharusnya....
Dari
pengertian tersebut, ujian nasional, yang diharapkan dapat menguji kualitas
pelajar malah dijadikan bahan persaingan tanpa tau dasarnya. Yang penting lulus
dengan nilai bagus katanya, itu yang namanya kualitas? Bangsa ini adalah bangsa
yang besar, dengan jumlah penduduk yang besar, dan SDA yang melimpah. Namun
sayang, kita miskin akan moral. Saya bukanlah orang yang pandai, saya juga
bukan orang yang selalu benar. Saya hanya peduli dengan negeri ini. Sedikit
bercerita, baru-baru ini saya mengikuti UTS, ujian yang pasti dialami setiap
mahasiswa bukan? Alkisah, UTS ini mata kuliahnya fisika dasar, mata kuliah
paling sakral di Prodi saya, Pendidikan Fisika. Bukan hal baru jika kita
bertanya pada senior, “Kak tahun kemarin
UTS sama dosen ini materi kaya apa yang keluar?” dan sebagainya. Saya
bertanya pada seorang senior juga, tapi kebetulan senior yang saya tanya ini
pelupa, yasudah saya pikir saya mungkin tidak perlu bertanya hal tersebut lagi
karena jarang bisa bertemu dengan mereka. Suatu ketika, ada salah satu teman
saya, satu kelas, dia ini mendapat jawaban yang bagus atas pertanyaan yang sama
dengan yang saya tanyakan. Tapi dia menyimpan jawaban tersebut untuk dirinya
sendiri. Jawabannya seperti ini “Dosen
ini kalo UTS biasanya ngasih soal dari contoh konseptual di buku giancoli”,
sayangnya saya tau itu setelah ujian. Tapi bukan itu masalahnya, masalahnya
adalah ketika ujian berlangsung, si nona ini megang hp, dan ada tulisan kecil
di mejanya, saya ini duduk di arah jam 5 dari tempat duduknya, jadi saya bisa
melihat jelas gerak-geriknya. Hal yang membuat saya tertarik untuk terus
memperhatikan nona ini adalah, dia cantik, dan saya juga tau dia pintar, tapi
kenapa dia melakukan hal yang sangat memalukan untuk seorang calon guru, calon
pendidik, di mana ia akan mengemban amanah yang begitu besar kelak,
mencerdaskan kehidupan bangsa. Saya tidak pernah tau apa yang orang lain
pikirkan, tapi saya sendiri memutuskan untuk kuliah di prodi itu untuk
menjalankan kalimat yang ada di pembukaan UUD itu. Saya tidak pandai fisika, bahkan
nilai UN mata pelajaran fisika saya di bawah 5,5 yang berarti saya tidak lulus
untuk mata pelajaran tersebut. Saya bukan anak SNMPTN yang dengan mudah
diterima PTN, saya melalui berbagai jalur masuk PTN sampai akhirnya diterima di
UIN. Sejauh ini, saya selalu berusaha untuk mengikuti ujian apapun dengan
jujur, karena saya mencintai negeri ini. Jika saja saya menyontek di setiap
ujian, bagi saya, sama halnya dengan saya membohongi diri saya sendiri, menipu
Tuhan saya, mengkhianati negeri ini. Sama halnya dengan menusuk diri saya
sendiri. Kenapa? Karena saya dengan nilai bagus tapi tidak mengerti apa-apa
sama dengan nol besar, orang bodoh yang membodoh-bodohi orang lain, sedang
orang lain lebih pandai.
Saya
menceritakan hal ini pada teman saya yang kuliah di Universitas lain,
jawabannya umum, saya yakin kebanyakan orang akan mengatakan hal yang sama. “Menyontek itu kan hal biasa di sini”,
ya, orang bisa karena biasa. Lagi-lagi saya katakan, pelajar yang menyontek
adalah mereka yang kelak akan duduk di kursi para petinggi, mengaku-aku wakil
rakyat dengan kemeja yang kancingnya pun sulit mengait satu-sama lain.
Merekalah calon-calon penipu negeri ini. Kembali lagi, ORANG BISA KARENA BIASA.
Kenapa mereka bisa mencuri uang rakyat? Karena mereka biasa mencuri jawaban
semasa sekolahnya. Mirip kan? Itu persepsi saya.... Anda terserah...
Kembali
kepada siswa SMA, saya ini hanya ingin memberikan saran dan masukan. Untuk
Ujian Nasional, saya harap kalian bisa melakukannya dengan jujur, apa susahnya
mengikuti kemampuan kalian dengan hanya menjawab yang kalian bisa dengan
jawaban yang berasal dari pikiran kalian? Saya ini, memiliki hasil tes IQ resmi
terakhir 129, dan yang tidak resmi 170. Tapi lihat hasil UN saya...
Tapi
saya sama sekali tidak merasa malu atau gagal, saya merasa sadar bahwa selama
ini saya belum belajar dengan maksimal. Dan saya bangga, disaat orang lain bisa
mendapat nilai 7 untuk fisika karena serangan subuh, saya bisa mendapat nilai 5
dengan kemampuan saya sendiri. Itu jauh lebih baik dibanding ketika Try Out, 3
kali saya mengikuti uji coba UN, nilainya selalu dibawah 4. Nilai 5 itu berarti
saya sudah mampu menguasai setengah materi yang ada. Saya puas dengan itu.
Cukup bahagiakan diri kalian ketika kalian mendapat nilai yang lebih buruk dari
mereka yang menyontek. Nyatanya, sekalipun nilai saya seperti itu, saya masih
bisa masuk PTN. Sekarang ini UN bukan lagi pengukur lulus tidaknya kalian.
Selama semua orang bekerja keras dengan jujur, dan berpikir untuk selalu
melakukan apapun dengan jujur, bukan hal mustahil jika kelak bangsa ini bisa
bangkit dan sadar. Selama ini, kita dianggap bodoh, memiliki infrastruktur
jalan yang baik berkat dijajah. Banyak kan yang berfikir demikian? Padahal jika
kita melihat lebih jauh ke belakang, kembali ke zaman sebelum perang dunia,
sebelum kita bernama Indonesia, sebelum Belanda datang ke Indonesia, negeri ini
punya candi yang masih berdiri sampai hari ini. Siapa arsitek yang membangun
kalau bukan penghuni negeri ini? Pikirkan sesederhana itu, jauh sebelumnya
mereka para tetua kita bisa membuat semua itu, kenapa kita tidak? Kenapa kita
harus menerima tanpa memberi perlawanan atas pernyataan bahwa kita bodoh dan
tidak bisa apa-apa? Kenapa kita harus pasrah dengan apa yang mereka ucapkan dan
hanya mau menerima hasil akhir tanpa tau prosesnya?
Proses
itu penting. Tanpa proses kita tidak akan pernah tau rasa bersyukur. Tanpa
proses kita tidak akan pernah tau rasa berjuang. Dan tanpa proses kita tidak
akan menjadi bangsa yang besar. Saya yang bukan anak pintar yang masuk 10 besar
di SMA dengan NEM yang rendah, bisa lulus ujian masuk UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Saya
tidak pernah mengikuti bimbingan belajar, saya juga bukan anak yang sangat
pandai, tapi saya bersyukur atas apa yang telah saya dapatkan semasa SMA.
Bagaimana cara bersyukurnya? Saya berusaha untuk melakukan yang lebih baik, itu
yang guru fisika saya sampaikan. Semoga anda semua adalah orang-orang yang
masih sadar dan tau bagaimana cara bersyukur. Saya bukan manusia sempurna, saya
hanya ingin berbagi cerita, mohon maaf apabila apa yang saya tulis membuat anda
tersinggung atau sebagainya. Dan tidak bosan saya tulis kembali, jika anda
bertanya siapa yang mampu mengubah diri anda, jawabannya adalah anda sendiri.
Itu juga ada di Al Quran. Sekian dan Terimakasih....