Sungai Han
Perkembangan pesat Korsel dimulai sekitar tahun 1960-1980'an. Korsel yang sebelumnya berada jauh dibawah Malaysia mulai bangkit dan bekerja keras kala perekonomian Malaysia sedang berada dalam ketidakstabilan. Pada saat itu PNB Korsel meningkat 8 % pertahunnya. Rasio pendapatan domestik meningkat dari 3,3 % pada tahun 1962 menjadi 35,8 % pada tahun 1989. Faktor paling signifikan dalam industrialisasi yang sangat pesat tersebut adalah perencanaan strategi ekonomi tahun 1960-an yang berfokus pada ekspor manufaktur dengan angkatan kerja intensif. Pada awal tahun 1980-an, guna mengendalikan inflasi, sebuah kebijakan moneter konservatif dan undang-undang fiskal dikeluarkan. Pertumbuhan alokasi dana dikurangi dari level 30 % pada tahun 1970-an menjadi 15 %.
Diakhir 1990an-2000, Korsel mulai menggunakan High-tech. Dalam tahun-tahun belakangan, model ekonomi Korea Selatan mulai beralih dari perencanaan terpusat serta investasi dari pemerintah ke arah ekonomi yang berorientasi pasar. Bangkit dari kejatuhan ekonomi pada Krisis Finansial Asia tahun 1997, Korea Selatan meluncurkan kebijakan-kebijakan finasial untuk menstabilkan pasar. Pertumbuhan ekonomi yang sempat terpuruk dari 6,6 % pada tahun 1998, naik perlahan menjadi 10,8 % pada tahun 1999 dan 9,2 % pada 2000.
Korsel mengalami pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat. Industrialisasi, pencapaian teknologi, urbanisasi, pembangunan gedung-gedung pencakar langit, modernisasi, globalisasi, dan kebangkitan teknologi merupakan puing-puing perang Korea, penjajahan Jepang dan Perang dunia II.
Beda Korea, beda pula Indonesia. Negeri dengan kekayaan alam yang super duper mencengangkan. Luas negara yang membentang dari sabang sampai merauke. Iklim yang hangat dengan miliyaran tumbuhan. Mari kita berjalan menuju ibukota negara ini, Jakarta.
Bundaran HI di malam hari
Jakarta, ibukota negara Indonesia yang memiliki nama lahir Sunda Kelapa ini berulang tahun setiap tanggal 22 Juni. Berusia lebih dari 4 abad harusnya membuat ibukota kita semakin maju dan paling tidak sejajar dengan Seoul, mengingat kemerdekaan kedua negara hanya selisih dua hari. Namun, beda tanggal kemerdekaannya, beda ibukotanya, beda pula sungainya dan perekonomiannya.
Sungai Ciliwung
Jika Seoul memiliki sungai Han, maka Jakarta memiliki sungai Ciliwung. Tampak jelas ketidakteraturan ibukota disini. Bantaran sungai yang harusnya terlihat asri justru dihias rumah-rumah kumuh. Sejak zaman penjajahan Belanda sampai Indonesia merdeka, masalah banjir adalah masalah klasik ibukota. Namun sangat lucu jika di era modern ini Ibukota dikatakan akan tenggelam. Siapa yang membuat banjir semakin parah? Tidak lain dan tidak bukan adalah manusianya sendiri. Jangan salahkan hujan yang turun berhari-hari. Hei manusia, bukankah Tuhan menurunkan hujan agar tanah yang kering ini bisa tumbuhi tanaman untuk kalian makan?
Manusia yang sangat egois membuang sampah, membangun rumah, dan melakukan kegiatan ekonomi disembarang tempat telah membuat daerah resapan air beralih fungsi. Hujan yang harusnya bisa diserap tanah ataupun ditampung ke sungai kini sudah beralih menggenang dipemukiman masyarakat. Masyarakat yang demikian kemudian menyalahkan segala kesalahan pada pemerintah. "Katanya kalo kita milih dia jadi gubernur, udah gak bakal banjir lagi, tapi mana buktinya? Sekarang malah nyalon jadi presiden" -seorang siswa seminar tata ruang- (16/5/2014).
Bukan berpihak pada siapapun, tapi sebenarnya peran masyarakan disini juga dibutuhkan. Apa mungkin pembangunan terjadi dengan lancar jika antara pemerintah dan masyarakat tidak bekerja sama? Seperti yang dibahas sebelumnya, bahwa warga Korsel dan pemerintahnya bahu-membahu membangun Korea Selatan yang modern dan lebih maju. Itulah yang harus dilakukan antara pihak pemerintah dan masyarat baik di Jakarta maupun di seluruh Indonesia. Jangan merasa "gue kan bukan pejabat, ngapain amat gue capek-capek bersihin jalanan yang bukan punya gue". Kita lahir dan besar dinegeri ini, maka negeri ini adalah milik kita. Karena itu, biar bagaimana pun jika kita ingin Indonesia yang maju, kitalah yang harus melakukannya.
Seorang pelajar pecinta Kpop pernah berkata, "Gue sih mendingan tinggal di Seoul, apaan tuh Indonesia? Di Korea mana ada bus tua yang masih dipake?". Pikiran seperti ini yang harus dihindari, terutama bagi para remaja yang cara pikirnya masih belum stabil. Tidak salah jika kita mengidolakan suatu aliran musik dari luar negara, karena jujur saya pun suka Kpop. Tapi jangan sampai perasaan berbangsa dan bernegara ini hilang dari diri kita. Tidak salah jika kita iri akan keberhasilan suatu negara, tapi rasa iri ini harus membuat kita berpikir bagaimana cara membuat negara kita lebih baik dari negara yang membuat kita iri tersebut. Bukan malah ingin menjadi warga negara dari negeri yang membuat kita iri. Terlebih peluang menjadi negara adidaya lebih kita miliki dari pada Korea Selatan.
Berjuang bersama membangun bangsa, bersaing dengan sehat dan nikmati Indonesia yang indah dimasa depan :)